
Di tengah sejuknya perbukitan Desa Lambunga, Kecamatan Kelubagolit, Flores Timur, berdiri sebuah kios kecil yang kini menjadi simbol perubahan dan harapan. Kios ini milik Salbia Wuun Samon (31), seorang perempuan dengan disabilitas mental ringan yang berhasil membuktikan dirinya mampu mandiri secara ekonomi dan aktif dalam komunitas.
Salbia, yang akrab disapa warga dengan nama depannya, semula diragukan bisa mengikuti kegiatan kelompok Saving and Internal Lending Community (SILC) yang difasilitasi oleh program Women Lead for Just Energy Transition (WE for JET) Kerjasama YPPS dan Oxfam. Tak hanya dirinya, pihak keluarga pun sempat pesimis. Mereka khawatir Salbia akan kesulitan mengikuti ritme kelompok, mencatat transaksi, atau bahkan mengelola pinjaman.
Namun, semua keraguan itu perlahan sirna berkat pendekatan yang sabar, inklusif, dan penuh empati dari Ketua SILC Ina Sayang ibu Agnes Masa Laot (Ibu Asty). Pendampingan yang konsisten diterapkan, Salbia mulai menunjukkan kemajuan. Ia belajar mencatat pemasukan dan pengeluaran sederhana, memahami pentingnya menabung, dan memberanikan diri untuk meminjam modal guna membuka kios kecil di rumahnya.
“Saya jual permen dan snack, Sedikit-sedikit. Tapi saya senang sekali kalau ada orang beli,” ujarnya dengan senyum malu-malu saat ditemui di kiosnya.
Setiap minggu, Salbia rutin hadir dalam pertemuan SILC. Ia menyetor keuntungan kecil dari hasil jualannya, mendengarkan kisah sesama anggota, dan menceritakan perkembangan usahanya. Baginya, SILC bukan sekadar kelompok simpan pinjam, melainkan ruang tumbuh—secara sosial, emosional, dan pribadi.
“Saya suka kumpul di SILC. Dengar cerita teman-teman. Saya juga cerita kios saya. Rasanya saya punya teman,” ungkapnya pelan.

Kini, kios kecil milik Salbia tidak hanya menopang kebutuhan rumah tangga, tetapi juga menjadi ruang aman tempat ia merasa dihargai dan diakui sebagai individu yang mampu berkontribusi. Ia kini dapat membeli kebutuhan pribadi tanpa bergantung penuh pada keluarga.
Perjalanan Salbia menjadi bukti bahwa inklusivitas, pendampingan yang tepat, dan kepercayaan mampu membuka potensi luar biasa dari individu yang selama ini tersisih oleh stigma disabilitas. Salbia tak hanya mengubah hidupnya, tetapi juga memberi harapan baru bagi keluarga lain yang memiliki anggota dengan disabilitas.
Kios sederhana itu memang tak seberapa secara fisik, namun di balik setiap permen dan camilan yang dijual, tersimpan kisah ketekunan dan keberanian. Setiap receh yang ditabung dalam SILC menjadi simbol bahwa masa depan dapat dibangun—bahkan dari titik paling sederhana—selama ada kesempatan, pendampingan tulus, dan komunitas yang mendukung.
Penulis: Thomas Matias Hadjon/ Staf Program WeForJET YPPS
Editor: SP Pati Hokor