
Kamis 25 Agustus 2022, Bertempat di halaman Kantor desa Bantala digelar workshop produk kuliner tradisional berbasis pangan lokal bagi generasi muda. Workshop ini merupakan salah satu agenda Festival Pangan Lokal yang diselenggrakan oleh Kelompok anak Muda desa Bantala, Kec. Lewolema kebupaten Flores Timur.
Mendukung semangat Anak Muda ini Yayasan Pengkajian dan Pegembangan Sosial (YPPS) hadir berkolaborasi dan membawakan materi tentang Pangan Lokal di Kabupaten Flores Timur dan tantangan Budidaya. Dalam pemaparannya Bapak Melky Koli Baran mewakili YPPS menerangkan Iklim Global sangat berpengaruh pada banyak hal termasuk pada Pangan Lokal.
Mengawali penjelasan Melky Baran menceritakan pengalaman Kajian YPPS membuat catatan ethnografi terkait perubahan musim, cuaca, dan hujan. Ditemukan adanya pergeseran jumlah hujan. 30 tahun lalu hujan mencapai enam bulan dalam satu musim sedangkan saat ini hujan terjadi hanya tiga sampai empat bulan. Dengan kecenderungan hujan yang menurun yang mana rata-rata hujan tidak turun setiap harinya. Kadang dengan waktu yang sangat singkat tapi intensitas hujan sangat tinggi, misalnya hujan selama dua hari tanpa henti, dan melahirkan bencana seperti badai yang mengakibatkan banjir dan longsor. Bencana yang diakibatkan oleh perubahan iklim disebut bencana hidrometeorologi.
Ada pula Kajian YPPS terkait Minat anak mudah pada dunia pertanian. Para petani yang tergabung dalam kelompok tani atau Gapoktan didominasi oleh kelompok yang usianya berkisar 40 Tahun keatas. Sesuatu yang ironis ketika melihat kenyataan bahwa anak-anak muda yang baru lulus sekolah dengan latar belakang pendidikan Pertanian pun berlomba-lomba mencari pekerjaan. selain itu ada juga yang mengatakan bahwa pertanian merupakan pekerjaan yang kotor, berat dan tidak bermartabat. Faktor ketidaksuburan lahan juga menjadikan kurangnya minat anak muda pada dunia pertanian.
Beliau juga menjelaskan kaitan erat antara Produksi, distribusi, dan konsumsi pangan lokal. “Bicara tentang Pangan terdapat tiga hal penting yang sangat berkaitan erat yaitu produksi, distribusi dan pemanfaatan. Produk-produk lokal kami amati itu cenderung menurun dan terjadi di hulu, ditangan para petani didesa, dikebun dan diladang. Orang Flores Timur mulai bertanggungjawab memproduksi pangan Lokal. Setelah memproduksi kita perlu berlatih untuk mengkonsumsi sendiri, sehingga pelan-pelan untuk mulai tinggalkan gandum dan beras. Kita sering menemukan teman-teman petani membeli beras di pasar, hal sederhana tapi itu bermasalah. Disuatu sisi Dinas Pariwisata giat mengkampanyekan kuliner pangan Lokal disisi lain gairah petani untuk memproduksi pangan lokal terus menurun”.

Pada moment ini YPPS juga melakukan demontrasi makan pangan Lokal dengan menu Kolak. Kolak ini diracik dengan bahan pangan lokal yang diperoleh dari desa-desa dampingan seperti Sorgum, Kacang-kacangan, pisang dan umbi-umbian. Ini berarti budidaya pangan lokal didesa-desa masih ada tetapi belum semasif yang kita harapkan karena jika dibandingkan dengan jumlah konsumen produksi pangan lokal belum apa-apa.
Diakhir materinya Melky Koli Baran Direktur YPPS menegaskan agar kita perlu mendukung Petani pangan lokal dengan membeli hasil petani kita. “membeli dan mengkonsumsi pangan lokal merupakan bentuk penghormatan kita terhadap para petani produsen pangan lokal. Jika kita mau naikan Pangan Lokal menjadi berdaya dan berwibawa kita mulia memberikan penghormatan kepada petani produsen pangan lokal”.
Lokakarya yang dihadiri oleh 73 peserta dari berbagai perwakilan anak muda di kabupaten Flores Timur ini diselenggrakan oleh Kelompok anak muda Taan Tou desa Bantala dengan dukungan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan serta dinas Pendidikan dan Olahraga Kabupaten Flores Timur. Kolaborasi dari YPPS melalui program VICRA (Voice for Inclusiveness Climate Resilience Actions). Program Vicra bertujuan untuk menciptakan ruang masyarakat bagi petani yang rentan dan memungkinkan mereka untuk berpartisipasi dan mengadvokasi posisi mereka dalam aksi ketahanan iklim….spph