Di jalan menanjak sebelah Timur Desa Waiwadan, Kecamatan Adonara Barat, Flores Timur menuju desa Muda Tonu. Di sini mata anda bebas menangkap panorama ladang nan hijau di bulan Januari 2022. Dengan latar belakang hamparan nyiur melambai dan dan bentangan bebukitan pulau Flores bagian timur nun jauh mata anda dimanjakan dengan panorama ini.
Di seberang sana kota Larantuka dengan gunung Mandiri yang menjulang. Di tanah berbukit sedikit curam, yang semula berhutan kayu campuran belukar ini, mantan anggota DPRD Flores Timur dan seorang mantan guru biologi pada SMA Seminari San Domonggo Hokeng Flores Timur memberi inspirasi.
Mereka adalah Rofinus Geroda Helan dan Yosef Libu. Terdorong oleh semakin masifnya ketergantungan masyarakat pada suplai pangan dari luar daerah, serta kecenderungan orang muda menjauhi dunia pertanian, dan iklim yang semakin tak bersahabat dengan dunia pertanian, kedunya nekat ‘turun gunung” menyulap tanah gersang berbatu ini jadi ladang pangan.
Lahan seluas 3 hektare ini ditanami sorgum dan jagung. Dua hektare untuk sorgum dan satu hektare untuk jagung. Pilihan mereka jatuh pada jagung dan sorgum lantaran kedua jenis pangan ini bergizi dan telah dikenal turun-temurun di wilayah ini. Hal kedua yang sangat penting adalah tanaman jagung dan sorgum punya kemampuan beradaptasi dengan iklim mikro Flores Timur yang panas dan bercurah hujan rendah sampai sedang.
Di kebun inilah, praktik bertani adaptif iklim dipelajari dan diaplikasikan. Adaptasi terkait jenis tanaman, model perawatan, waktu dan jam kerja serta teknologi pasca panen. Menurut Rofin Geroda, petani adalah “tiang agung” Republik Indonesia. Dari petanilah negeri ini hidup.
Karena itu, hal sederhana yang bersama rekannya Yosef Libu lakukan ini diharapkan menginspirasi orang muda untuk mencintai pertanian. Dia merefleksikan, orang muda jebolan perguruan tinggi beramai-ramai tinggalkan desa dan mencari kerja di kota. Di Flores Timur, pemerintah mesti menampung sejumlah orang muda sebagai tenaga kontrak di kantor-kantor.
“Jika setiap tamatan perguruan tinggi antri masuk pegawai kontrak, uang negara terkuras untuk menggaji mereka. Akan lebih bagus jika para sarjana ini menciptakan lapangan pekerjaan. Salah satunya adalah jadi petani yang cerdas dan modern,” kata Rofin Geroda.
Yosef Libu mengatakan, bertani dipandang pekerjaan berat dan kotor sehingga kurang diminati orang muda. Padahal menjadi petani lebih bermartabat ketimbang bekerja jadi orang upahan berdasi. Dalam rencana keduanya, ladang jagung dan sorgum ini akan dikembangkan jadi Agrowisata. Diharapkan memberi inspirasi bagi siapa saja.
12 Januari 2022
(Melky Koli Baran – Direktur YPPS)