
YPPS hari ini Selasa 28 Juni 2022 menyelenggarakan kegiatan diskusi panel dan diseminasi catatan Iklim dari delapan desa yg tersebar di kabupaten Flores Timur dan Lembata. Dalam paparan kajian Perubahan iklim yang di bawakan oleh bapa kades Nelelamawangi Apolonaris igo gua membuktikan adanya perubahan-perubahan yang cukup signifikan yang dialami di desa akibat perubahan iklim yakni peningkatan kerentanan dan dampak khususnya komunitas petani.
Pada aspek Ekonomi petani mengalami penurunan hasil panen sebesar70% akibat kekurangan hujan, diserang hama, serta diterpa angin kencang hampir tiap tahunnya. Peningkatan angka perantauan sebanyak 5-10 orang pertahun yang merupakan dampak lanjutan dilihat dari aspek manusia . Selain itu angka putus sekolah juga cenderung mengalami peningkatan. Dampak lainnya pada aspek manusia berupa munculnya wabah penyakit seperti: DBD, malaria, ispa, gatal-gatal, iritasi mata, dll. Kondisi demikian menjadi lebih parah bilamana terjadi bencana dimasa datang.
Adapun alternatif mata pencaharian masyarakat sebagai upaya bertahan hidup diantaranya: iris tuak untuk disuling menghasilkan arak, tenun ikat, anyaman dari daun lontar. Pemerintah desa dalam upaya mengurangi kerentanan ditengah masyarakat melalui program-program berupa: beasiswa sekolah, Bantuan Langsung tunai, perumahan, dan program pemberdayaan lainnya seperti pengembangan Kebun sayur pekarangan.

Respon pemerintah kabupaten terhadap perubahan iklim belum maksimal. Hasil analisis budget tracking yang dilakukan oleh YPPS dan di presentasikan oleh Simon Petrus Pati Hokor menggambarkan alokasi anggaran untuk ketahanan iklim sebesar 5,23% dari Total APBD tahun 2021 atau sebesar Rp 57,7 Miliar. Pada tahun 2022 terjadi peningkatan sebesar 57,9 Miliar walaupun hanya sebesar 0,2%.
Kepala Bidang Pemerintahan dan pembangunan manusia Laurensius Boro Kereta, S.ST, M.Si turut memberikan tanggapan terkait minimnya prosentase anggaran ketahanan Iklim di kabupaten Flores Timur. Minimnya pengetahuan Iklim berserta dampaknya di masing-masing OPD menjadi salah satu factor tidak dijadikannya isu ketahanan iklim sebagai program prioritas. Sebagai pemateri kebijakan perubahan iklim dalam diskusi panel beliau mengapresiasi kegiatan yang diselenggaran YPPS dan menyarankan agar kegiatan serupa terus ditingkatkan.
Kegiatan yang dihadiri oleh perwakilan desa dampingan dari kabupaten Flores Timur dan Lembata, OPD terkait serta NGO ini diselenggarakan atas kerja sama YPPS pada program ICDRC(Indonesia Climate and Disaster Resilient Communities) dari Oxfam Indonesia dan Program VICRA (Voice for Inclusiveness Climate Resilience Actions) dari kedutaan Belanda. (ypps-spph)