
Selasa, 11 Oktober 2022, Saya ditemani bapak Blasius Kuda Goran menelusuri kawasan hutan kampung lama Lewokung desa Mokantarak kecamatan Larantuka kabupaten Flores Timur. Kawasan hutan seluas 750 H merupakan kawasan hutan lindung dan sebagian lainnya merupakan hutan kemasyarakatan. Di dalam kawasan hutan kemasyarakatan, pihak Kehutanan memberikan izin kelola selama 35 tahun, untuk ditanami tanaman Hasil Hutan Bukan Kayu(HHBK). Sekarang kawasan hutan kemasyarakatan sudah penuh dengan hutan kemiri. Petualangan kali ini untuk menelusuri habibat pohon Te’et/Sukun Hutan. Dimana pohon Te’et teridentifikasi sebagai salah satu media penyimpan benih yang adaptif terhadap iklim, oleh petani Mokantarak menyebutnya Koka. Kegiatan identifikasi media penyimpan benih termasuk keluaran dari salah satu program INCIDENT, yakni peningkatan kapasitas pertanian cerdas iklim, kerjasama CRS Indonesia dan YPPS.
Menurut Blasius Kuda Goran, Koka merupakan media penyimpan benih bagi sebagian besar petani di desa Mokantarak. Koka tersimpan di masing-masing Orin (pondok). Koka terbuat dari kulit pohon Te’et (nama lokal) atau Sukun Hutan. Perjalanan kami menelusuri kawasan hutan Lewokung menempuh 2,5 jam hingga menemui ratusan hutan Te’et di lokasi Anonas. Kemudian Bapa Blasius menunjukkan bentuk daun dan pohon Te’et. Ternyata, Te’et ini di kampung saya (Maumere) lebih banyak gunakan kulitnya untuk pintal tali (tali mune). Talinya sangat kuat dan tahan air.
Tidak selamanya semua pohon Te’et bisa disamak kulitnya untuk pembuatan Koka. Sebab Te’et yang tumbuh di daerah lereng atau perbukitan, kambiumnya sangat tipis. Sehingga kulitnya menjadi tipis dan keras daya lekatnya pada batang pohon. Maka hanya Te’et yang tumbuh di dataran lembah yang memiliki kambium yang tebal. Selain itu, hanya Te’et ukuran sedang yang bisa ditebang untuk disamak kulitnya. Alasannya, jika batang pohon Te’et yang berdiameter besar, akan sulit dalam proses penyamakan karena berat bebannya. Cara penyamakan pun tidaklah sulit. Dimana setelah pohonnya ditebang. batangnya di bagi sesuai ukuran. Kemudian dipukul-pukul dengan batang kayu, agar kambiumnya terlepas dari batang pohon. Lalu di belah dan disamak kulitnya. Selanjutnya dibentuk sesuai ukuran dan di jemur, ujar Blasius Kuda Goran, Pengrajin Koka.

Jika dibandingkan Raha ( sejenis sokal) yang terbuat dari anyaman daun lontar, Koka sebagai media penyimpan benih yang tangguh dan adaptif terhadap perubahan iklim. Sebab Koka bisa tahan panas, tahan air, tahan lapuk, anti rayap dan anti hama tikus. Koka yang berdiameter besar bisa menampung 1-2 ton gabah kering benih. Selain sebagai media pembuatan Koka, Te’et juga berfungsi mencegah banjir dan erosi. Perlu adanya ujicoba metode pengambilan kulit te’et tanpa menebang pohonnya. Sehingga hutan Te’et /Sukun Hutan terlestasi dalam kawasan konservasi.*** (Penulis: Bung Sila/Editor: Adi)