
Guncangan dampak perubahan iklim global hendaknya dipertimbangkan dan diadvokasi menjadi isu pembangunan berkelanjutan. Sebab perubahan iklim juga menjadi tujuan SDGs.
“Dari sekian tujuan SDGs, salah satunya adalah Perubahan Iklim. Termasuk SDGs Desa. Karena itu semestinya kita mengadvokasinya menjadi isu pembangunan di daerah”, demikian kata Laurensius Boro Kereta, S.ST, M.Si, Kepala Bidang (Kabid) Pemerintahan dan Pembangunan Manusia pada Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (BPPPPD) Kabupaten Flores Timur.
Pernyataan ini ia sampaikan 21 Juni 2022 dalam diskusi terfokus di Pondok Liberti, Larantuka. Ia hadir dalam kapasitasnya mewakili ibu Kepala BPPPPD kabupaten Flores Timur saat diundang Yayasan Pengkajian dan Pengembangan Sosial (YPPS) untuk memberi tanggapan dan catatan terhadap Kajian Kapasitas dan Kerentanan Komunitas dalam menghadapi guncangan dampak Perubahan Iklim. Rencana YPPS, hasil kajian ini akan dipresentasikan di hadapan multistakehoder di Kabupaten Flores Timur setelah ini.
Menurutnya, isu Perubahan Iklim sangat serius untuk menjadi perhatian dalam pembangunan karena dampaknya sangat luas dan terasa namun masih banyak pihak yang belum menyadarinya.
Terhadap kajian yang dilakukan YPPS, ia mengharapkan agar cara ini juga dilakukan setiap Perangkat Daerah sebelum menyusun dan merancang kegiatan-kegiatan pembangunan setiap tahun.

Yang menjadi catatan penting adalah, kegiatan apapun yang berkontribusi pada adaptaasi dan mitigasi perubahan iklim mesti disusun dalam kesadaran dan pemahaman yang benar tentang perubahan iklim global dan dampak-dampaknya di tingkat lokal. Menurutnya, ampak lokal inilah yang menjadi perhatian untuk mencarikan solusinya melalui kegiatan-kegiatan pembangunan di setiap sector.
“Mesti ada program-program yang meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat agar siap menghadapi guncangan-guncangan di tingkat lokal akibat perubahan iklim global”,
Nyata
Direktur YPPS Melky Koli Baran mengatakan bahwa Flores Timur dan Nusa Tenggara Timur sering dilanda berbagai bencana alam setiap tahun. Banjir bandang, tanah longsor, abrasi pantai, angin puttingbeliung, gelombang dan badai, kekeringan dan kebakaran lahan merupakan sederet bencana alam nyata terjadi setiap tahun. Seakan menjadi langganan sejumlah daerah di provinsi Nusa Tenggara Timur termasuk kabupaten Flores Timur.
Menurutnya, bencana-bencana ini menyengsarakan umat manusia. Pemukiman warga terdampak, bahkan sumber-sumber penghidupan warga juga terdampak serius dan hancur. Semua kejadian bencana ini nyata dan bukan cuma cerita. “Penanggulangan kemiskinan mesti beranjak juga dari analisis perubahan iklim”, kata diretur YPPS.
Ia memberi contoh, tahun 2021 yang baru lewat hampr seluruh provinsi ini dilanda badai Seroja. Paling parah adalah Kupang, Belu, Flores Timur dan Lembata. Bencana-bencana hydrometerologi ini yang merupakan akibat nyata dari perubahan iklim global. Hal yang belum diketahui banyak orang.
Kata dia, yang kita sibuk tangani adalah akibat-akibat yang ditimbulkan oleh kejadian bencana hydrometerologi ini. Kita belum menyentuh dan menganalisis ke sebab globalnya.
“Benar bahwa respon darurat terhadap kejadian bencana sangat diperlukan agar mengurangi risiko yang ditimbulkan. Dan tidak mesti berhenti di sini. Ini Namanya pemadam kebakaran saja”, kata direktur YPPS.
Menurutnya, bencana dan tanggap darurat bencana mestinya memberi pelajaran penting untuk memperkuat kapasitas dan mengurangi tingkat kerentanan agar semakin tangguh terhadap guncangan bencana semacam itu.
Kajian Komunitas
Sebagai bukti untuk memulai advokasi mendorong isu perubahan iklim ke ranah pembangunan serta membuka ruang bagi kelompok rentan bersuara, Yayasan Pengkajian dan Pengembangan Sosial melakukan kajian kapasitas dan kerentanan menghadapi guncangan iklim di sejumlah desa di Kabupaten Flores Timur.
Kajian yang sekaligus menyediakan ruang bagi suara komunitas, terutama masyarakat rentan yang selama ini menerima dampak-dampak buruk perubahan iklim itu melibatkan dan membuka ruang bagi semua unsur di desa untuk bersuara tentang dampak perubahan iklim yang mereka rasakan langsung dalam kehidupan mereka.
“Hasil kajian ini merupakan rangkuman saripati suara kelompok rentan di desa-desa. Para petani rentan, perempuan, anak-anak. Mereka adalah kelompok-kelompok yang teridentifikasi paling merasakan dampak-dampak perubahan iklim di tingkat lokal”.
Laporan YPPS bahwa kajian ini berlangsung selama bulan Mei tahun 2022 di enam desa di Adonara dan Flores Timur yang melibatkan berbagai unsur tiap desa, yakni apparat desa, perempuan, dan anak muda. Sejumlah pertemuan telah berlangsung di desa. Terakhir semua kepala desa dan utusan petani berkumpul di Pondok Liberti untuk menganalisis secara lebih mendalam sebelum presentase ini dibuat.
Kajian ini dilakukan untuk memetakan berbagai bencana hydrometerologi yang pernah terjadi dan dialami masyarakat dan berdampak pada para petani rentan, perempuan, anak-anak dan kelompok disabilitas, meerusak aet-aset alam, infrastruktur, sosial dan ekonomi di komunitas. Selain itu, kajian ini juga menilai dan mengukur tingkat kerentanan dan kapasitas manusia, alam, infrastruktur, sosial dan ekonomi agar mendapatkan gambaran aksi komunitas.

Dijelaskan, kajian ini sekaligus sebagai warning bagi komunitas bahwa kapasitas mesti terus ditingkatkan dan kerentanan mesti semakin dikurangi sehingga komunitaas menjasi semakin Tangguh ketika menghadapi kejadian bencana serupa di masa yang akan datang.
Realitas Terbaca
Dalam kajian ini realitas terbaca bahwa desa-desa di kabupaten Flores timur yang diwakili oleh desa sasaran kajian memiliki ancaman bahaya banjir di musim hujan, tanah longsor, abrasi pantai, hama dan penyakit tanaman, kekeringan, badai dan wabah penyakit.
Kajian ini juga menemukan bahwa, aneka bencana hydrometerologi ini berpengaruh besar pada masyarakat rentan di komunitaas. Hasil panen dari kebun yang dirawat dengan susah payah oleh para petani rentan ini bisa hancur dan gagal total. Diperkirakan kegagalan mencapai lebih dari setengah. Paparan iklim ini memicu arus perantauan ke luar dari desa yang berkisar antara 5 sampai 10 orang setiap tahun. Bahkan ayah dan ibu dalam satu keluarga merantau dan anak-anak dititip pada keluarga dan nenek kakek di rumah.
Kajian ini juga memperlihatkan bahwa dampak bencana seperti gagal panen itu semakin memperberat beban derita masyarakat rentan. Gagal panen berakibat pada rendahnya keterbatasan pangan di tahun mendatang. Ketika terjadi gagal panen dan keterbatasan ketersediaan pangan, maka para perempuan yang sehari-hari memegang kendali pangan sangat direpotkan dan terbebani. Bahkan rela berkorban untuk makan seadanya. Demikian halnya dengan anak-anak.
Realitas lain juga menampilkan tingginya anak-anak stunting di Flores Timur yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi. Sector pertanian menjadi termarjinalkan lantaran orang muda tidak lagi berminat sebagai petani. Dari aspek Kesehatan, kajian ini juga memetakan seringnya terjadi wabah penyakit yang dianalisis sebagai dampak ikutan dari bencana-bencana karena perubahan iklim global. Demam Berdarah, malaria, ispa dan wabah penyakit karena dipicu masalah lingkungan.
Dukungan Pembiayaan
Kajian iji juga menyasar dan memeriksa sejauh mana alokaasi anggaran di kabupaten yang secara khusus mendukung penguatan kapasitas masyarakat, infrastruktur, tekhnologi dan tatakelo dalam menghadapi guncangan iklim.
Ditemukan dalam dokumen APBD Flores Timur dua tahun berturut-turut tidak secara khusus mengalokasikan anggaran khusus dengan nomenklatur adaptasi dan mitigasi dampak perubahan iklim. Tracking APBD tahun 2021 dan tahun 2022 memperlihatkan masih sangat kecil alokasi anggaran untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
Kabid Pemerintahan dan Pembangunan Manusia pada BPPPPD kabupaten Flores Timur mengatakan, walau dalam dua dokumen APBD kabupaten Flores Timur ini telah termuat alokasi anggaran untuk perubahan iklim, menurutnya itu semata karena nomenklaturnya seperti itu. Yang diharapkan ke depan adalah secara sadar dan penuh tanggungjawab OPD merancang, mengusulkan dan menjelaskan secara logis kegiatan-kegiatan untuk Perubahan Iklim.
Menurutnya, aadvokasi mesti terus dilakukan ke pemerintah agar Flores Timur punya perencanaan pembangunan untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim yang lahir dari alasan-alasan logis. Karena itu, ia mengusulkan agar YPPS bisa mendiseminasikan hasuil kajian ini ke berbagai sector di lingkup pemerintah kabupaten Flores Timur.
Diskusi internal YPPS dengan BPPPPD Kabupaten Flores Timur ini akhirnya sepakat bahwa akan dibukah ruang untuk diskusi-diskusi tematik tentang perubahan iklim dan ketangguhan menghadapi bencana di kabupate Flores Timur yang menghadirkan utusan setiap Dinaas/Kantor dan Badan. BPPPPD bersedia memfasilitasi diskusi-diskusi ini. *** (Atakiwang)
Sumber: https://atakiwang.com