Penulis: Fr. Apong Boruk, Calon Imam Projo Keuskupan Larantuka, Mahasiswa Prodi Filsafat Semester 7 IFTK Ledalero

Yel-yel SLKB terdengar hingga ke rumah-rumah tetangga. Liriknya terus memikat dan tentu sudah melekat di telinga mereka. Beginilah bunyinya: Yepi ya ya ya…yepi ye ye ye. Saya bangga ikut SLKB. Kuliahnya ceriah, makanan tersedia, ilmunya kudapat semua. Ada juga pantun yang dibawakan pagi ini: kemarin hanyalah rumput liar, kini jadi menu yang dikejar, kemarin kita sudah pesiar, kini saatnya kembali belajar.
Yel-yel dan pantun telah menjadi lagu wajib yang kami nyanyikan setiap kali membuka perkuliahan lapangan di Desa Posiwatu, Kecamatan Wulandoni, Kabupaten Lembata, NTT. SLKB (Sekolah Lapang Kerja Budaya) adalah program rintisan dari Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Program ini melibatkan sepuluh mahasiswa prodi Filsafat Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif Ledalero.
Adapun mitra pelaksana SLKB adalah Perdikan-INSIST Yogyakarta dan Yayasan Pengkajian dan Pengembangan Sosial (YPPS) Waibalun.
Sejak hari Senin, 17 Juli 2023, peserta kegiatan ini tiba di desa tujuan SLKB yakni Desa Posiwatu. Kami disambut dengan seremoni adat dan dalam kehangatan yang tak terukir. Peserta SLKB yang datang ke Posiwatu mengenakan baju SLKB bertuliskan slogan kegiatan: Makan apa yang ditanam, Tanam apa yang dimakan. Semua peserta tinggal di rumah warga dan mendapat orang tua asuh masing-masing. Selama sepekan awal, peserta mendapat pendampingan dari pihak pemdes dan mentor lokal untuk urusan orientasi desa.
Pada orientasi ini kami mendapatkan banyak informasi terkati desa Posiwatu, seperti jumlah penduduk (399 jiwa; laki-laki 201 jiwa dan perempuan 198 jiwa), sejarah desa dan asal usul nenek moyang Posiwatu yakni dari Pulau Lepan Batan, dan suku-suku yang ada di sini yakni Narek, Baran, Lanang, Bean, Wuwur, Manuk. Desa Posiwatu memiliki tiga dusun yakni dusun Soga Lewo, dusun Bala Kopong dan dusun Wato Lela.
Mulai pekan kedua, mahasiswa SLKB mendapat bimbingan dari pemateri baru yakni Abang Rasid Jul Siregar. Bang Rasyid ini berasal dari Riau Sumatera. Beliau akan bersama kami di kelas SLKB selama dua minggu untuk membantu kami dalam menyiapkan pangkalan data.

Latihan membuat pangkalan data dimulai dengan mendownload aplikasi pendukung, yakni SAS Planet. Di sini kami diharuskan menggunakan handphone dan laptop pribadi dengan kualitas memori yang bagus. Hampir semua kami memiliki laptop dan hp dengan kulitas yang bagus sehingga direkomendasikan untuk digunakan dalam pelatihan ini.
Pada hari pertama, Bang Rasyid meminta kami untuk mempresentasikan hasil wawancara terkait daftar pangan yang ada di Posiwatu. Teman-teman dari kelompok 3 mewakili kami dalam presentasi ini. Dari presentasi itu kami mengetahui lebih banyak lagi soal nama-nama dan jenis pangan lokal yang ada di Posiwatu ini dan harus kami kaji selama empat bulan berada di sini. Sore harinya kami turun lapangan dalam praktik menggunakan GPS.
Kami dibagi ke dalam dua kelompok untuk merekam jejak dan posisi koordinat dari fasum (fasilitas umum) dan fasos (fasilitas sosial) yang ada di Posiwatu. Kelompok kami menyusuri wilayah Wato Lela dan berhasil merekam titik koordinat setiap lokasi yang terdata dalam fasum dan fasos ini.
Pada hari kedua, kami memulai kuliah dengan menyanyikan lirik lagu baru ini: Mana di mana letak kampung kita, letak kampung kita ada di atas batu, mana di mana letak kampus kita, letak kampus kita ada di Posiwatu. Bang Rasyid memulai kelas dengan mengajarkan kami cara menggunakan aplikasi SAS planet. Tentu pada tahapan awal ini kami mengerutkan dahi karena belum terbiasa dengan aplikasi baru ini. Berkat kerja sama dengan teman-teman dan keberanian untuk bertanya pada Abang Rasyid, tahapan ini bisa diselesaikan.
Abang Rasyid meminta kami membuka citra satelit Desa Posiwatu dan mendownload gambarnya pada SAS planet. Citra Posiwatu yang sudah diunduh membantu kami dalam tahapan selanjutnya agar dapat dikerjakan secara offline. Kami juga mendowload citra satelit kampung sendiri. Kami semua sangat bergembira dan bangga karena dapat menemukan citra kampung dan rumah sendiri melalui SAS planet. Pada malam harinya, kami melaksanakan latihan digitasi. Proses ini dilakukan melalui aplikasi QGIS. Aplikasi ini membantu mengolah peta Posiwatu dengan titik-titik fasum fasos yang sudah ditelusuri kemarin. Karena itu, setelah membuka aplikasi ini, kami memindahkan titik dan jejak GPS ke dalam peta Posiwatu yang ada di QGISs.
Pada hari ketiga, kami diminta untuk mendatangi rumah-rumah adat dan narasumber tertentu untuk menggali informasi terkait sejarah bangunan fasum dan fasos di Desa Posiwatu. Pertanyaan informatif kami seperti: tahun berapa rumah ini dibangun, apa saja bahan bangunannya, dari mana sumber bahan itu, dan pusaka apa yang ada dalam rumah adat ini. Hasil wawancara kami dibuat dalam narasi dengan ketentuan: karakernya tidak lebih dari 900 huruf. Narasi ini akan dimuat pada pangkalan data fasum-fasos yang ada di Posiwatu.
Kegiatan hari keempat dimulai dengan permainan yang dibawakan oleh Sdra Jois Tukan. Judul permainan ini adalah ular, cacing, gajah, semut. Permainan ini bertujuan untuk melatih konsentrasi. Bagi yang melakukan kesalahan, peserta lain akan memberi sanksi seperti joget di dalam kelas. Permainan ini sangat seru dan menambah semangat kami pagi ini.
Bang Rasyid memulai kuliah dengan bertanya tentang kemampuan kami menguasai materi yang sudah diberikan selama tiga hari pertama. Sebagian materi sudah kami kuasai, tetapi ada beberapa dari kami yang belum menguasainya. Maka pagi ini dibuat pengulangan beberapa tema penting yang belum kami kuasai dengan baik. Setelah prekem (snack pagi) kami membuat polygon pada fasum serta fasos yang tercitra pada peta Posiwatu. Pada pukul 17.00, kami mempresentasikan temuan kami dalam wawancara terkait fasum dan fasos yang ada di Posiwatu. Proses ini sangat penting sebelum hasil wawancara itu diposting. Oleh karena itu, pihak desa dan mentor lokal hadir juga dalam pemaparan tersebut supaya bisa memberi tanggapan.
Pada hari kelima, kami membuat polygon pemanfaatan lahan. Warna polygon ini berbeda-beda berdasarkan jenis pangan yang dibudidayakan oleh masyarakat Posiwatu. Pekerjaan ini kami selesaikan bersama para mentor lokal yang lebih menguasai daerah perkebunan di desa ini.
Dalam mengerjakan tugas ini kami hanya mengandalkan citra satelit yang ada pada aplikasi QGIS dan tidak turun langsung ke lokasi perkebunan warga. Sore harinya, kami dan beberapa orang tua duduk bersama di kelas untuk menyeleksi format data keluarga dan pangan yang akan dipakai dalam wawancara. Abang Rasyid menampilkan poin-poinnya dan meminta tanggapan dari orang tua terkait format tersebut.
Pada akhir pekan, yakni hari Sabtu, kami mendapat kesempatan untuk mengunjungi pasar barter Wulandoni. Tujuan kegiatan kami di pasar barter adalah mengamati proses distribusi pangan yang dilakukan dengan cara saling tukar menukar. Sebetulnya kami ingin mengamati distribusi pangan yang dilakukan oleh masyarakat Posiwatu.
Namun hampir semua masyarakat Posiwatu hanya melakukan proses barter dan jual beli pangan lokal di pasar Lamalera pada hari Kamis. Kami menikmati seluruh proses barter hari ini mulai dari awal pedagang tiba di lokasi hingga pluit berbunyi menandai dimulainya barter. Masyarakat dari wilayah gunung membawa pangan seperti ubi, pisang, jagung, sayur, siri pinang, tembakau untuk ditukar dengan ikan yang dibawa oleh masyarakat pantai.
Sekitar 99,99% pelaku barter ini adalah kaum perempuan mulai dari yang berusia 30-an hingga yang sudah berusia 80-an tahun. Pasar barter membantu masyarakat dalam melengkapi kebutuhan ekonomi mereka.
Namun kehadiran ‘oma-oma’ di pasar ini juga menunjukkan sikap mereka untuk melestarikan pasar barter yang sudah menjadi tradisi masyarakat Wulandoni. Sikap ini patut ditanggapi di tengah arus pasar modern yang hanya mengandalkan uang, sementara kondisi uang masyarakat kampung tidak cukup untuk beragam kebutuhan saat ini.*
Sumber: Pojok Nusa.com
